Jumat, 16 Desember 2016

Makalah Aliran Mu'tazilah

Makalah Ilmu Kalam ( Aliran Mu'tazilah)


BAB I

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang


            Aliran Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filofofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khowarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “Kaum Rasionalis Islam”.

            Aliran ini muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2H tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’Al-Makhzumi Al-Ghozzal.

            Munculnya aliran Mu’tazilah sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murjiah mengenai soal orang mukmin yang berdosa besar. Menurut orang Khawarij, orang mukmin yang berdosa besar tidak dapat dikatakan mukmin lagi, melainkan sudah menjadi kafir. Sementara itu, kaum Murjiah tetap menganggap orang mukmin yang berdosa besar itu sebagai mukmin, bukan kafir. Menghadapi kedua pendapat yang kontroversial ini, Wasil bin Atha' yang ketika itu menjadi murid Hasan Al-Basri, seorang ulama terkenal di Basra, mendahalui gurunya mengeluarkan pendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya orang itu bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi di antara keduanya. Oleh karena di akhirat nanti tidak ada tempat di antara surga dan neraka, maka orang itu dimasukkan ke dalam neraka, tetapi siksaan yang diperolehnya lebih ringan dari siksaan orang kafir.



B.     Rumusan Masalah

            Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah sebagia berikut :

1.      Bagaimana asal-usul kemunculan Mu’tazilah?

2.      Bagaimana penanaman aliran Mu’tazilah?

3.      Siapa tokoh-tokoh aliran Mu’tazilah?

4.      Bagaimana ajaran aliran Mu’tazilah?


C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui asal-usul munculnya Mu’tazilah

2.      Untuk mengetahui asal-usul penamaan Mu’tazilah

3.      Untuk mengetahui ajaran aliran Mu’tazilah

4.      Untuk mengetahui tokoh-tokoh aliran Mu’tazilah




 BAB II

PEMBAHASAN







A.    Asal-Usul Kemunculan Mu’tazilah

            Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari i’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri. Secara teknis, istilah Mu’tazilah menunjuk pada golongan.[1]

            Sejarah munculnya aliran mu’tazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran mu’tazilah tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal, kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha’ berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin. Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru, dan akhirnya golongan mu’tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. kemudian para dedengkot mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar diwarnai oleh manhaj ahli kalam (yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah).

            Golongan pertama (selanjutnya disebut Mu’tazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Mu’awiyah, Aisyah dan Abdullah bin Zubair.

            Golongan  kedua (selanjutnya disebut Mu’tazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Murji’ah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Murji’ah tentang pemberian status kafir pada golongan orang yang berbuat dosa besar.[2]

            Beberapa versi tentang pemberian nama Mu’tazilah kepada golongan kedua ini berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Washil bin Atha’ serta temannya, Amr bin Ubaid, dan Hasan Al-Bashri di Bashrah. Ketika Washil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Hasan Al Bashri di masjid Bashrah., datanglah seseorang yang bertanya mengenai pendapat Hasan Al Bashri tentang orang yang berdosa besar. Ketika Hasan Al Bashri masih berpikir, Washil mengemukakan pendapatnya dengan mengatakan “Saya berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada pada posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak kafir.” Kemudian Washil menjauhkan diri dari Hasan Al Bashri dan pergi ke tempat lain di lingkungan masjid. Di sana Washil mengulangi pendapatnya di hadapan para pengikutnya. Dengan adanya peristiwa ini, Hasan Al Bashri berkata: “Washil menjauhkan diri dari kita (i’tazaala anna).” Menurut Asy-Syahrastani, kelompok yang memisahkan diri dari peristiwa inilah yang disebut kaum Mu’tazilah.
      

B.      Penamaan Mu’tazilah

            Riwayat  tentang asal-usul sebutan Mu’tazilah ada tiga, yang kesemuanya berkisar sekitar arti i’tazala yang artinya memisahkan diri, menjauhkan diri atau menyalahi pendapat orang lain. Ada beberapa teori kenapa aliran ini dinamakan Mu’tazilah, yaitu :

1.      Washil bin ‘Atha dan ‘Amr bin ‘Ubaid menjauhkan diri (keluar) dari pengajian Hasan Basri di Mesjid Basrah kemudian membentuk pengajian sendiri, sebagai kelanjutan pendapatnya bahwa orang yang mengerjakan dosa besar tidak mukmin,

2.      Kelompok Mu’tazilah menjauhkan atau menyalahi semua pendapat yang ada tentang orang yang mengerjakan dosa besar.

3.      Pendapat mereka yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar berarti menjauhkan diri dari golongan ornag-orang mukmin dna juga golongan orang-orang kafir.[3]

            Berbagai analisa yang dimajukan tentang pemberian nama Mu’tazilah kepada mereka. Uraian yang bisa disebut buku-buku ‘ilm al-Kalam berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil ibn ‘Ata’ serta temannya ‘Amr bin ‘Ubaid dan Hasan al-Basri di Basrah. Wasil selalu mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan Hasan al-Basri di masjid Basrah. Pada suatu hari datang seorang bertanya mengenai pendapatnya tentang orang yang berdosa besar. Sebagaimana diketahui kaum Khawarij memandang mereka kafir sedang kaum murji’ah memandang mereka mukmin. Ketika Hasan al-Basri masih berfikir, Wasil mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan mengatakan: “Saya berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi diantara keduanya; tidak mukmin dan tidak kafir”. Kemudian ia berdiri dan menjauhkan diri dari Hasan al-Basri pergi ke tempat lain di masjid; disana ia mengulangi pendapatnya kembali. Atas peristiwa ini Hasan al-Basri mengatakan: “Wasil menjauhkan diri dari kita (i’tazala’ anna)”. Dengan demikian ia serta teman-temannya, kata al-Syahrastani, disebut kaum Mu’tazilah.[4]

            Al-Mas’udi memberikan keterangan lain lagi, yaitu dengan tidak mempertalikan pemberian nama itu dengan peristiwa pertikaian paham antara Wasil dan ‘Amr dari satu pihak dan Hasan al-Basri daripihak lain. Mereka disebut kaum Mu’tazilah karena mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar bukan mukmin dan bukan juga kafir, tetapi mengambil posisi diantara kedua posisi itu (al-Manzilah bain al-Manzilatain). Menurut versi ini mereka disebut kaum Mu’tazilah, karena mereka membuat orang yang berdosa besar jauh dari (dalam arti tidak masuk) golongan mukmin dan kafir.

            Dengan demikian golongan Mu’tazilah pertama ini mempunyai corak politik. Dan dalam pendapat Ahmad Amin, Mu’tazilah kedua yaitu golongan yang ditimbulkan Wasil, juga mempunyai corak politikkarena mereka sebagai kaum Khawarij dan kaum Murji’ah. Perbedaan antara keduanya ialah bahwa Mu’tazilah kedua menambahkan persoalan-persoalan teologi dan falsafat ke dalam ajaran-ajaran dan pemikiran mereka.



C.    Tokoh-Tokoh Aliran Mu’tazilah

            Tokoh-tokoh aliran Mu’tazilah banyak jumlahnya dan masing-masing memiliki pemikiran yang berbeda dengan tokoh-tokoh yang lainnya, sehingga masing-masing tokoh punya aliran sendiri-sendiri. [5]    Dari segi geografis Mu’tazilah  dibagi menjadi 2 yaitu aliran mu’tazilah Bashrah dan aliran mu’tazilah Baghdad. Aliran Bashrah lebih dahulu munculnya, lebih banyak mempunyai kepribadian sendiri dan yang pertama- tama mendirikan aliran mu’tazilah. perbedaan antara kedua aliran mu’tazilah tersebut pada umumnya disebabkan karena situasi geografis dan kulturil.

Tokoh- tokoh aliran Bashrah antara lain:

1.    Washil bin ‘Atha’ ( 80-131 H/ 699-748 M)


            Terkenal sebagai pendiri aliran mu’tazilah dan kepalanya yang pertama. Ia pula yang terkenal sebagai orang yang meletakkan lima prinsip dasar.

2.    Al-‘Allaf ( 135-226 H/ 752-840 M)

            Nama lengkapnya adalah Abdul Huzail Muhammad bin Al-Huzail Al-‘allaf. puncak kebesarannya dicapainya pada masa khalifah Al-Ma’mun, karena khalifah ini pernah menjadi muridnya dalam perdebatan mengenai soal agama. Menurut riwayat pada tiga ribu orang yang masuk islam di tangannya. Ia banyak berhubungan dengan filosof- filosof dan buku- buku filsafat.

3.    An-Nazham ( wafat 231 H/ 845 M)

            Nama lengkapnya adalah Ibrahim bin Sayyar bin Hani An-Nazham. Ia merupakan tokoh mu’tazilah yang terkemuka, lancar bicara, dan banyak mendalami filsafat. Ia sangat bebas berpikir dan berani menyerang ahli hadis karena tidak banyak percaya pada kesahihan hadis-hadis. Karena ia sangat menjunjung Al-Qur’an.

4.    Al-Jubbai (wafat 303 H/ 915 M)

            Nama lengkapnya adalah Abu Ali Muhammad bin Ali Al-Jubbai, tokoh mu’tazilah basrah dan murid as-Syahham. Al-Jubbai dan anaknya yaitu Abu Hasim Al-Jubbai mencerminkan akhir masa kejayaan aliran mu’tazilah.


Tokoh- tokoh aliran Baghdad antara lain:

1.      Bisjr bin Al-Mu’tamir (wafat 226 H/ 840 M)

            Ia memiliki pandangan mengenai kesusastraan. Ia adalah orang yang pertama kali mengemukakan soal “tawallud” (reproduction) yang boleh jadi dimaksudkan untuk mencari batas-batas pertanggungan jawab manusia atas perbuatannya.

2.      Al-Chayyat (wafat 300 H/ 912 M)

Nama lengkapnya adalah Abu al-Husein Al-Khayyat. ia adalah pengarang buku “al-Intisar” yang dimaksudkan untuk membela aliran mu’tazilah.
3.      Al-Qadhi Abdul Jabbar (wafat 1024 M)

            Ia mengulas tentang pokok-pokok ajaran aliran mu’tazilah, terdiri dari beberapa jilid dan banyak dikutip oleh as-Syarif al Murtadha.

4.      Az-Zamaihsyari (467-538 H/ 1075-1144M)

            Nama lengkapnya adalah Jar Allah Abul Qasim Muhammad bin Umar. Selama hidupnya ia banyak mengadakan perlawatan dari negeri kelahirannya menuju Baghdad, kemudian ke Makkah untuk bertempat di sana beberapa tahun dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di Jurjan (Persi-Iran). Ia menjadi tokoh dalam ilmu tafsir, nahwu, dan paramasastera (lexicology).



D.     Ajarah-Ajaran Aliran Mu’tazilah

            Abu huzail Al-Allaf, merumuskan lima prinsip pokok-pokok ajaran mu’tazilah antara lain :

1)      At-Tauhid (Keesaan Allah)

            Ar-Tauhid adalah prinsip dan dasar pertama dan yang paling utama dalam aqidah islam. Dengan demikian prinsip ini bukan hanya milik mu’tazilah, melainkan milik semua umat islam. Akan tetapi mu’tazilah lebih mengkhususkannya lagi kedalam empat beberapa pendapat diantaranya :

a)      Menafikan sifat-sifat Allah.

            Dalam hal ini mu’tazilah tidak mengakui adanya sifat pada allah. Apa yang dipandang orang sebagai sifat bagi mu’tazilah tidak lain adalah Dzat allah itu sendiri, dalam artian allah tidak mempunyai sifat karena yang mempunyai sifat itu adalah makhluk. Jika tuhan mempunyai sifat berarti ada dua yang qadim yaitu dzat dan sifat sedangkan allah melihat, mendengar itu dengan dzatnya bukan dengan sifatnya.[6]

b)      Al-Qur’an adalah makhluk.

            Dikatakan makhluk karena al-Qur’an adalah firman dan tidak qadim dan perlu diyakini bahwa segala sesuatu selain allah itu adalah makhluk.

c)      Allah tidak dapat dilihat dengan mata.
            Karena allah adalah dzat yang ghaib, dan tidak mungkin dapat dilihat dengan mata akan tetapi kita harus meyakininya dengan keyakinan yang pasti.

d)     Berbeda dengan makhluknya (Mukhalafatuhu lilhawadist)

2)      Al-‘Adl (Keadilan Tuhan)

            Prinsip ini mengajarkan bahwa, allah tidak menghendaki keburukan bagi hambanya, manusia sendirilah yang menghendaki keburukan itu. Karena pada dasarnya manusia diciptakan dalam keadaan fitrah (Suci). Hanya dengan kemampuan yang diberikan Tuhanlah, manusia dapat melakukan yang baik. Karena itu, jika ia melakukan kejahatan, berarti manusia itu sendirilah yang menghendaki hal tersebut. Dari prinsip inilah, timbul ajaran mu’tazilah yang dikenal dengan nama Al-Shalah Wa Al-Ashlah, artinya allah hany menghendaki sesuatu yang baik, bahkan sesuatu terbaik untuk kemaslahatan manusia.

3)      Al-Wa’d Wa-Al-Wai’d (Janji baik dan ancaman)

            Dalam hal ini Allah menjanjikan akan memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik dan akan menyiksa kepada orang yang berbuat jahat. Janji ini pasti dipenuhi oleh tuhan karena Allah tidak akan ingkar terhadap janjinya. Dalam prinsip ini mu’tazilah menolak adanya syafa’at atau pertolonagn dihari kiamat. Sebab syafaat bertentangan dengan janji tuhan.
4)      Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain (Posisi diantara dua posisi)

            Pendapat ini dikemukakan oleh Washil Bin Atha’ dan merupakan pendapat yang pertama dari aliran mu’tazilah. Menurut ajaran ini, seorang muslim yang melakukan dosa besar dan tidak sempat bertaubat kepada allah SWT maka ia tidaklah mukmin dan tidak pula kafr. Ia berada diantara keduanya. Dikatakan tidak mukmin karena ia melakukan dosa besar dan dikatakan tidak kafir karena ia masi percaya kepada allah dan berpegang teguh pada dua kalimat syahadat. Dengan demikian Washil bin atha’ menyebutnya sebagai orang fasiq.

5)      Amar Makruf dan Nahi munkar.
            Prinsip ini menitik beratkan kepada permasalahan hukum fiqh, bahwa amar makruf dan nahi munkar harus ditegakkan dan wajib dilaksanakan. Kaum mu’tazilah sangat gigih melaksanakan prinsip ini, bahkan pernah melakukan kekerasan demi amar makruf dan nahi munkar.



 BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

            Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari i’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri. Secara teknis, istilah Mu’tazilah menunjuk pada golongan

            Sejarah munculnya aliran mu’tazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran mu’tazilah tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H
            Dari segi geografis Mu’tazilah  dibagi menjadi 2 yaitu aliran mu’tazilah Bashrah dan aliran mu’tazilah Baghdad. Aliran Bashrah lebih dahulu munculnya, lebih banyak mempunyai kepribadian sendiri dan yang pertama- tama mendirikan aliran mu’tazilah.

B. Saran
            Dalam menyusun makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu penulis menyarankan kepada pembaca agar memberikan kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA


Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006

Nasution Harun. Teologi Islam, Jakarta: UI-Press, 2013

Mulyadi, Aqidah Akhlak Madrasah Aliyah, Semarang: PT. Toha Putra, 2007

Abdul Razak, M. Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2009
Nasir Sahilun, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996





                [1] Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006), hal. 77


                [2] Nasution Harun. Teologi Islam, (Jakarta: UI-Press, 2013), hal. 43


                [3] Mulyadi, Aqidah Akhlak Madrasah Aliyah, (Semarang: PT. Toha Putra, 2007), hal. 84


                [4] Abdul Razak, M. Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 50


                [5] Op cit, Aqidah Akhlak…, hal. 85

                [6] Nasir Sahilun, Pengantar Ilmu Kalam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 71
 

Jumat, 09 Desember 2016

Makalah Tentang Alam Semesta





alam semesta



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Alam semesta adalah jagad raya yang kita saksikan didunia ini, mulai dari yang tampak (syahadah) sampai yang tidak tampak (gaib), dari yang bernyawa sampai yang tidak bernyawadan dari yang ada didalam perut bumi sampai yang ada diruang angkasayang dipenuhi beribu-ribu miliar bintang. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah dari mana asal usul alam semesta ini? Apakah alam semesta ini terjadi dengan sendirinya? Atau ada yang menjadikanya? Pertanyaan ini menarik para ilmuan (sainitis) untuk melakukan penelitian hingga melahirkan berbagai teori. Namun teori yang berlaku sampai abad ke-20 ialah bahwa alam semesta mempunyai ukuran yang tak terbatas, ada tanpa awal, dan terus ada untuk selama-lamanya.
Materialisme adalah sistem pemikiran yang menganggap bahwa zat itu merupakan suatu materi yang mutlak dan menolak segala keberadaan kecuali materi (zat). Dengan berakar pada filsafat yunani kuno dan semakin diterimanya materialisme ini dii abad ke-19, sistem pemikiran ini menjadi terkenal dalam bentuk materialisme dialektis karl marx.
Pernahkah kamu bayangkan betapa luas alam semesta tempat kita tinggal? Mungkin kamu memang belum banyak tahu tentang hal itu. Kalaupun pernah, kamu tentu masih sangat sulit membayangkan betapa besar ukuran alam semesta ini. Akan kami terangkan seberapa besar alam semesta ini dengan menggunakan suatu contoh. Seberapa jauhkah jarak yang dapat kamu bayangkan? Jarak antara batas kota tempat kamu tinggal mungkin tampak begitu besar bagimu. Anggap saja kamu sedang melintasi seluruh jalan-jalan di kotamu, dari timur ke barat, dan kamu akan terkagum-kagum oleh keluasannya. Mungkin diantara kalian ada yang pernah bepergian ke kota lain yang jauh jaraknya. Tapi, camkan satu hal! Meskipun kamu pergi mengelilingi dunia, tetap saja masih sulit untuk membantumu membayangkan betapa luas alam semesta ini. Karena ukuran bumi hanyalah sebesar debu jika dibandingkan dengan ukuran alam semesta yang teramat sangat luas ini.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut
1.      Apa yang dimaksud dengan Alam Semesta?
2.      Bagaimana asal usul alam semesta?
3.      Bagaimana terbentuknya alam semesta dan penghuninya?
4.      Bagaimana terbentuknya alam semesta menurut agama Islam?
5.      Apakah alam semesta tersusun rapih, seimbang dan sempurna?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian alam semesta
2.      Untuk mengetahui asal usul alam semesta
3.      Untuk mengetahui terbentuknya alam semesta dan penghuninya
4.      Untuk mengetahui terbentuknya alam semesta menurut agama Islam
5.      Untuk mengetahui alam semesta tersusun rapih, seimbang dan sempurna

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Alam Semesta
Alam semesta menurut orang Babylonia (kurang lebih sekitar tahun 700-600 SM) merupakan suatu ruangan atau selungkup dengan bumi yang datar sebagai lantainya dan langit dan bintang sebagai atapnya yang di dalamnya terdapat kehidupan yang biotic dan abiotic, serta di dalamnya terjadi segala peristiwa alam baik yang dapat diungkapkan manusia ataupun yang tidak.
Alam semesta adalah jagad raya yang kita saksikan didunia ini, mulai dari yang tampak (syahadah) sampai yang tidak tampak (gaib), dari yang bernyawa sampai yang tidak bernyawadan dari yang ada didalam perut bumi sampai yang ada diruang angkasayang dipenuhi beribu-ribu miliar bintang. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah dari mana asal usul alam semesta ini? Apakah alam semesta ini terjadi dengan sendirinya? Atau ada yang menjadikanya? Pertanyaan ini menarik para ilmuan (sainitis) untuk melakukan penelitian hingga melahirkan berbagai teori.

B.      Asal Usul Alam Semesta
Jika ada ilmuwan yang berpendapat bahwa alam semseta ini tanpa awal dan akhir, yang berarti ada dengan sendirinya, tidak ada yang menciptakan dan terus ada selamanya (abadi) serta tidak akan berubah, maka kita melihat apa yang ada disekitar kita.
Disekitar rumah yang kita tempati dengan segala perabotanya, makanan yang kita makan, pakaian, sepatu dan kendaraan yang kita pakai, gedung-gedung tinggi yang ada di ibukota tidak ada dengan sendirinya dan tidak muncul dengan tiba-tiba. Semuanya ada yang menjadikanya dan ada asal usulnya. Tembok-tembok rumah, gedung misalnya, ia tersusun dari batu bata dan semen yang terbuat dari kayu yang berasal dari pohon yang tumbuh dari tanah. Besi kawat dan paku yang turut memperkokoh rumah/gedung juga berasal dari tanah. Pertanyaan berikutnya adalah “dari mana asal tanah ini, bumi tempat kita berpijak?” pasti bumi ini ada asal usulnya, tidak jadi dengan sendirinya dan juga tidak jadi secara tiba-tiba.
           Jika kita tilik lebih jauh lagi, tidak hanya asal usul planet bumi saja, tetapi alam semesta ini, ternyata alam semesta ini termasuk planet bumi, ada asal usulnya. Temuan-temuab ilmiah di abad ke-20 dan memasuki abad ke-21, yang dilakukan oleh para pemikir terkemuka dunia, melalui berbagai percobaan, pengamatan dan perhitungan, fisika modern telah menemukan bahwa alam semesta telah memiliki permulaan.bahwa ia muncul dari ketiadaan pada sebuah momen ledakan akbar, yakni ledakan yang teramat besar. Sebaiknya alam semesta selalu mengalami pergerakan, perubahan, dan pengembangan. Fakta-fakta yang baru ditemukan ini memukau peti mati teori alam semesta sainitis. Sekarang fakta ini telah diterima oleh masyarakat ilmiah.
           Informasi ini sepenuhnya sesuai dengan temuan-temuan para ilmuwan masa kini. Sebagaimana telah dinyatkan di atas, simpulan yang telah dicapai astrofisika dewasa ini adalah bahwa seluruh jagad raya, berikut dimensi materi dan waktu, menjadi ada sebagai hasil dari ledakan akbar yang terjadi dahulu kala. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan “Big Bang”, merupakan katalis untuk penciptaan alam semesta dari ketiadaan.
Temuan para ilmuwan modern ini membuktikan kebenran yang telah diterangkan dalam Al-Qur’an lima belas abad lalu, bahwa alam semesta sebelum kejadianya masih berupa asap. Allah Swt menjelaskan penciptaan-Nya terhadap alam semesta sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an  yang artinya : Dan Dia menciptakan dibumi itu gunung-gunung yang kokoh diatasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asa, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi : “Datanglah kamu keduanyamenurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab ‘Kami datang dengan suka hati’. (QS Fushilat[41]: 10-11).

C.    Terbentuknya Alam Semesta Dan Penghuninya
1.      Terbentuknya Alam Semesta
Teori Terbentuknya Alam Semesta
a.      Teori Dentuman Atau Ledakan
Mengutamakan bahwa adanya suatu massa yang sangat besar dijagat raya dan mempunyai jenis yang sangat besar, meledak dengan hebatnya akibat adanya reaksi inti, massa yang meledak berserekan dan mengembang dengan sangat cepat serta menjauhi pusat ledakan, massa yang berserakan itu berbentuk kelompok dengan berat jenis relatif kecil dari massa semula yang kita kenal sebagai galaksi-galaksi ini terus bergerak menjauhi titik Intinya.
b.      Teori Ledakan Besar (Big-Bang Theory)
Teori Big Bang yaitu teori yang bisa diterima secara ilmiah sekarang untuk menjelaskan asal mula terbentuknya alam semesta (universe).Teori ini berbunyi:
“ Alam semesta diciptakan kira-kira 15.000.000.000 (lima belas trilyun) tahun yang lalu,kejadiannya berawal dari meledaknya atom prima atau atom awal (Primeval Atom). Ledakan itu sangat besar dan dasyat yang menyebabkan berhamburannya seluruh isi (Materi dan energi)atom prima itu ke segala arah.”
c.      Teori Ekspansi Dan Kontraksi
Dalam jangka waktu 30.000 juta tahun dalam masa ekspansi, terbentuklah galaksi beserta bintang-bintangnya. Ekspansi tersebut didukung oleh adanya tenaga yang bersumber dari reaksi inti hydrogen yang pada akhirnya membentuk berbagai unsur lain yang kompleks pada masa kontraksi, terjadi galaksi dan bintang-bintang yang terbentuk menyusut dengan menimbulkan tenaga berupa panas yang sangat tinggi.

D.    Terbentuknya Alam Semesta Menurut Agama Islam
Pada dasarnya Islam memberikan landasan yang nyata dalam setiap bidang kehidupan. Tidak saja dalam masalah-masalah tauhid, ibadah, keimanan maupun sosial kemasyarakatan. Sekaligus mencakup di bidang eksakta yang ada kaitannya langsung dengan fenomena alam semesta.
Penciptaan alam semesta menurut Al-Qur’an salah satunya adalah menjelaskan bahwa alam semesta terbentuk melalui enam masa, akan tetapi penyebutan enam masa ini banyak menimbulkan permasalahan. Sebab, enam masa tersebut ditafsirkan berbeda-beda, mulai dari enam hari, enam periode, hingga enam tahapan. Oleh karena itu, pembahasan berikut mencoba menjelaskan maksud enam masa tersebut dari sudut pandang keilmuan, dengan mengacu pada beberapa ayat Al-Qur’an. Salah-satu ayat Al-Qur’an yang menyebutkan enam masa yaitu sebagaimana dalam surat An-Nazi’at ayat 27-33 sebagai berikut :
1.      Masa 1 (An-nazi’at ayat 27) Penciptaan Langit Pertama Kali
Alam semesta pertama kali terbentuk dari ledakan besar yang disebut ”big bang”, kira-kira 13.7 milyar tahun lalu. Peristiwa big bang yang telah di kemukakan oleh Georges Lemaitre, George Gamow pada tahun 1930an, dan Stephen Hawking pada tahun 1980-an tersebut telah menjelskan kejadian awal alam semesta. Teori tersebut menjelaskan bahwa alam semesta awalnya tersusun sebuah titik yang sangat rapat, padat dan panas, yang di sebut titik singularitas, yaitu sebuah titik yang tidak terdefinisikan. Bukti dari teoriini ialah gelombang mikrokosmik di angkasa dan juga dari meteorit. Awan dan debu yang meledak yang terdiri dari hidrogen, sehingga dapat dikatakan bahwa hidrogen adalah unsur pertama ketika dukhan berkondensasi sambil berputar dan memadat.
Sehingga terjadi sebuah perubahan  wujud hidrogen yang  mengikuti persamaan E=mc2, besarnya energi yang dipancarkan sebanding dengan  massa atom hidrogen yang berubah. Selanjutnya, angin dan bintang menyembur dari kedua kutub dukhan, yang kemudian menyebar dan menghilangkan  debu yang mengelilinginya. Sehingga,dukhan yang tersisa berbentuk berupa piringan, kemudian membentuklah galaksi. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa alam semesta yang kita kenal sekarang ini bagaikan kapas, terdapat bagian yang kosong dan bagian yang terisi.
2.      Masa 2 (An-nazi’at ayat 28) Pengembangan dan Penyempurnaan
Dalam ayat 28 terdapat dua poin pokok yaitu kata “meninggikan bangunan” dan “menyempurnakan”. Kata “meninggikan bangunan”disini hanya dapat dianalogikan sebagai alam semesta yang mengembang, sehingga galaksi-galaksi saling menjauh dan langit terlihat makin tinggi.
3.      Masa 3 (An-nazi’at ayat 29) Pembentukan Tata Surya termasuk  Bumi
Di dalam surat An-nazi’at ayat 29 ini saya menggaris bawahi tentangpenyebutan bahwa Allah menjadikan malam yang gelap gulita dansiang yang terang benderang. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa penciptaan matahari sebagai sumber cahaya dan bumi yang berotasi sehingga terjadilah pergantian siang dan malam. Dalam pembentukan tata surya banyak sekali yang memperkirakan bahwa pembentukan tata surya seperti pembentukan bintang yang relatif kecil, kira-kira sebesar orbit Neptunus. Prosesnya sama seperti pembentukan galaksi seperti di atas, hanya ukurannya lebih kecil. Akan tetapi perkiraan diatas masih relatif kebenarannya.
4.      Masa 4 (An- nazi’at ayat 30) Awal  Mula Daratan Bumi
Sebagaimana dalam surat An-nazi’at ayat 30 bahwa disana terdapatkata-kata penghamparan, para ahli tafsir mengartikan penghamparan adalah pembentukan super kontinen pangaea di permukaan Bumi. Perlu diketahui pula antara masa 3 dan 4 ada kesesuaian dengan surat-surat lain yang berhubungan dengan proses penciptaan alam semesta salah satunya adalah surat Al-fusshilat ayat 9 yang artinya:
“ Katakanlah: ‘Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya?’ (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”.
5.      Masa 5 (An-nazi’at ayat 31Pengiriman air ke Bumi melalui komet
Pada ayat ke 31 dapat diartikan bahwa di Bumi belum terdapat air ketika mula-mula terbentuk. Jadi, ayat ini menunjukan evolusi Bumi dari tidak ada air menjadi ada air. Lantas darimana datangnya air? Air diperkirakan berasal dari komet yang menumbuk Bumi ketika atmosfer Bumi masih sangat tipis. Unsur hidrogen yang dibawa komet kemudian bereaksi dengan unsur-unsur di Bumi dan membentuk uap air. Uap air ini kemudian turun sebagai hujan yang pertama.
Bukti bahwa air berasal dari komet, adalah rasio Deuterium dan Hidrogen pada air laut, yang sama dengan rasio pada komet. Deuterium adalah unsur Hidrogen yang massanya lebih berat daripada Hidrogen pada umumnya. Karena semua kehidupan berasal dari air, maka setelah air terbentuk, kehidupan pertama berupa tumbuhan bersel satu pun mulai muncul di dalam air.
6.      Masa 6 (An-nazi’at ayat 32-33) Proses Geologis Serta Lahirnya Hewan dan Tumbuhan
Dalam ayat di atas terdapat kata “gunung-gunung diguncangkan dengan teguh” para ahli tafsir menfsirkan bahwa setelah penciptaan daratan dan pembentukan air baru terbentuklah gunung, seiring dengan itu pula muncullah pertama kali tumbuhan. Setelah gunung terbentuk kemudian terciptalah hewan dan akhirnya manusia sebagaimana disebutkan dalam ayat yang ke-33. Demikianlah penafsiran enam masa mengenai proses terbentuknya alam semesta menurut Al-Qur’an, sejak kemunculan alam semesta sampai manusia sebagai makhluk yang terakhir diciptakan

E.     Alam Semesta Tersusun Rapih, Seimbang dan Sempurna
Miliaran bintang dan galaksi dialam semesta bergerak dalam keseimbangan sempurna pada jalur-jalur yang sudah diciptakan oleh mereka. Bintang, planet dan satelit tidak hanya berputar pada sumbu masing-masing, tetapi juga bergerak bersama sistem sebagai bagian intergal. Terkadang galasi yang terdiri atas 200-300 miliar bintang bergerak, melewati jalur galaksi lain. Namun ajaibnya tidak terjadi tubrukan yang merusak keteraturan jagad raya. Kejaiban ini wajib kita renungkan. (perhatikan firman Allah dalam QS AL-Mulk [67]:: 3-4, Nuh [71]: 15, Al-Furqan [25]:2.
Penemuan ilmiah abad  ke-20 yang saling susul dibidang astrofisika biologi membuktikan bahwa kehidupan dan alam semesta bermula dari penciptaan. Teori Big Bang menunjukan bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan. Beragam penemuan telah mengungkapkan bahwa terdapat rancangan agung dan “penyelarasan” (fine tuning) dalam dunia materi dan dengan demikian pernyataan materialisme terbukti tidak berdasar. Dari kekuatan ledakan Big Bang hingga sifat fisika atom, dari tingkat kekuatan empat jenis gaya dasar hingga proses kimiawi bintang, dari jenis cahaya yabg dipancarkan matahari hingga tingkat keenceran air dari jarak bumi kebulan hingga tingkat gas-gas dalam atmosfer, dari jarak bumi kematahari hingga sudut kemiringan bumi terhadap bidang orbit dan dari perceptan perputaran bumi terhadap sumbunya hingga peran laut dan penggunaan dibumi, setiap detail kecil itu disesuaikan demi kehidupan kita. Saat ini dunia ilmiah menggambarkan keadaan ini dengan konsep “prinsip antropik” (anttropic principle) dan “penyelarasan” (fine tuning). Konsep ini merangkum kenyataan bahwa alam semesta bukan lah sekumpulan zat yang tidak bertujuan, tidak terkendali, dan terjadi secara kebetulan, melainkan memiliki kegunaan bagi kehidupan manusia dan telah dirancang dengan ketelitian tertinggi.
Ayat-ayat tersebut menarik perhatian manusia pada ukuran dan keselarasan dalam ciptaan Allah. Kata taqdir, yang berarti “merancang”, “mengukur” dan “menciptakan dengan mengukur” digunakan dalam ayat Al-Qur’an, seperti Al-Furqan [25]: 2. Kata thibaq, yang berarti “dalam keselarasan” digunakan dalam Al-Mulk dengan kata tafawut, yang berarti “ketidaksesuaian”, “pelanggaran”, “ketidakaturan”, “berlawanan”, bahwa siapapun yang mencari ketidakserasian susunan alam semesta akan gagal menemukannya.
Istilah fine-tuning yang mulai digunakan akhir abad ke-20, mewakili kebenran yang digunakan dalam ayat-ayat tersebut. Lebih dari seperempat abad terakhir, sejumlah besar ilmuwan, intelektual, dan penulis telah menunjukan bahwa alam semesta bukanlah kumpulan kebetukan belaka. Sebaliknya, jagad raya memeiliki rabcangan dan keteraturan yang luar biasa yang disesuaikan secara ideal untuk kehidupan manusia dalam setiap detailnya.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Alam semesta menurut orang Babylonia (kurang lebih sekitar tahun 700-600 SM) merupakan suatu ruangan atau selungkup dengan bumi yang datar sebagai lantainya dan langit dan bintang sebagai atapnya yang di dalamnya terdapat kehidupan yang biotic dan abiotic, serta di dalamnya terjadi segala peristiwa alam baik yang dapat diungkapkan manusia ataupun yang tidak.
Penciptaan alam semesta menurut Al-Qur’an salah satunya adalah menjelaskan bahwa alam semesta terbentuk melalui enam masa, akan tetapi penyebutan enam masa ini banyak menimbulkan permasalahan. Sebab, enam masa tersebut ditafsirkan berbeda-beda, mulai dari enam hari, enam periode, hingga enam tahapan.

B.     Saran
Dalam menyusun makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu penulis menyarankan kepada pembaca agar memberikan kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.


 
DAFTAR PUSTAKA

Syafe’i Imam, Ruswanto, Rodliyah nunung dkk, 2012. Modul Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter, Jakarta : Penerbit  PT Raja Grafindo Persada
 Wadiyatmoko, K.2004.Geografi SMA.Jakarta:Erlangga
 Herabudin,Drs, (2010), Ilmu Alamiah Dasar, CV Pustaka Setia, Banung.